SEJARAH BANK INDONESIA
Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik
Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal,
yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata
uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung
oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini
adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,
serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Setelah tugas mengatur dan mengawasi
perbankan dialihkan kepada Otoritas
Jasa Keuangan, tugas BI dalam mengatur dan mengawasi
perbankan tetap berlaku, namun difokuskan pada aspek makroprudensial
sistem perbankan secara makro[1].
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang
memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Sejak
2013, Agus Martowardojo
menjabat sebagai Gubernur
BI menggantikan Darmin Nasution.
Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh
Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan
mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank
Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De
Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter,
perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas
penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank
komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang
Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank
sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain
tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah
sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah
Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank
Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia
diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan
tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada
tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas
sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan
nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan
terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
A.
Status dan Kedudukan Bank Indonesia
1.
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah
undang-undang baru, yaitu Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank
Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini
memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen
dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga
negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan
dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan
tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau
mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih
menjamin independensi tersebut, undang-undang
ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar
dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga
tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank
Indonesia berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut
diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai
otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
2.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik
sebagai badan
hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan
undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan
peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang
mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai
badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri
di dalam maupun di luar pengadilan.
B.
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu
kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa,
serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada
perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua
tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian,
tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan
mudah.
C.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia
didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang
tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
- Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
D.
Pengaturan dan Pengawasan Bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi
perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin
atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank,
melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia
berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi
prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang
perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga
dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan
izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan
pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik
dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan.
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan
oleh bank.
E.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh
langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak
diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang
akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan
efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan
melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan
fungsi pengawasan bank.
F.
Otoritas Moneter
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia
mempunyai wewenang untuk memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter yang tepat. Kebijakan itu bisa berupa Open
Market Operation, Discount
Policy, Sanering, dan Selective
Credit.
G.
Sistem Pembayaran
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan
akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu
didukung oleh infrastruktur yang handal (robust).
Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time
critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah
stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga
kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan
memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan
memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight)
atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically
important), bank sentral memandang perlu
menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN,
misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran
tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak
mengeluarkan dan mengedarkan alat
pembayaran tunai
seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang
rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan
sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang
boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan
standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan
dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan
lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh,
sistem kliring atau transfer
dana,
baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga
memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement.
Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian risiko,
efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan
satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang
Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait
dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia
senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang
kartal di
masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan
yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money
policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan
pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari
pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan
pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah,
terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki
kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan
yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan
mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai
intrinsik
serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah
serta komposisi pecahan
uang
yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut
kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun
pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi
kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank
Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan
pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang
selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan
jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai
maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan
melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas
kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang
Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung
melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui
kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang
Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan
dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi
berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran
dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang
palsu
serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut
tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain
yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang
layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang.
Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari
peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak
edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh
jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
H. Dewan
Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu
oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat
atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi
Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk
sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
Para
Gubernur Bank Indonesia
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih
sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
- 2013-sekarang Agus Martowardojo
- 2010-2013 Darmin Nasution
- 2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
- 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
- 2008-2009 Boediono
- 2003-2008 Burhanuddin Abdullah
- 1998-2003 Syahril Sabirin
- 1993-1998 Sudrajad Djiwandono
- 1988-1993 Adrianus Mooy
- 1983-1988 Arifin Siregar
- 1973-1983 Rachmat Saleh
- 1966-1973 Radius Prawiro
- 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
- 1960-1963 Mr. Soemarno
- 1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
- 1958-1959 Mr. Loekman Hakim
- 1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
Lampiran Foto-foto Bank Indonesia
Emas Batangan Koleksi Musium bank Indonesia
Mata Uang Rupaih
dari
masa ke masa
Foto
gedung museum Bank Indonesia
Lambang
atau ikon Bank Injdosesia
0 Response to "SEJARAH BANK INDONESIA"
Posting Komentar